Baru saja beredar kabar bahwa komodo ditangguhkan/dieliminasi sebagai finalis 7 keajaiban dunia terbaru. Sebagian hati saya bersorak gembira, karena itu berarti Taman Nasional Komodo masih akan punya waktu untuk berumur panjang sebagai alam yang cantik, alami dan bersih. Sebagian lagi berduka, karena itu berarti semakin kecil kemungkinan peningkatan taraf hidup para jagawana di sana.
Jauh sebelum kunjungan saya ke Taman Nasional Komodo bulan Mei 2010 lalu, saya telah jatuh hati pada komodo dan taman nasionalnya. Dengan keyakinan penuh, bahwa suatu hari nanti, saya akan dapat menginjakkan kaki disana.
Sungguh kenyataan jauh lebih cantik dari yang saya bayangkan. Laut, langit biru cemerlang, langit malam penuh bintang, sunset dan sunrise yang luar biasa cantik, pemandangan indah dan tentu saja, komodo. Saya tidak mampu menemukan kata yang cukup menggambarkan rasa yang menyelimuti hati ketika tiba dan melihat secara langsung komodo di habitat aslinya. Takjub saja sepertinya tidak cukup mewakili.
Tidak sedikit yang menganggap obsesi saya untuk mengunjungi TN Komodo ini aneh dan tidak masuk akal. Bahwa komodo bukanlah hewan lucu yang bisa kita ajak main, bahwa komodo adalah binatang buas pemakan daging dan bahwa biaya yang dihabiskan untuk berkunjung kesana mungkin bisa dipakai keliling Asia. Dan berbagai macam pertanyaan serta komentar serupa yang nyelonong keluar masuk telinga saya dengan bebas merdeka.
Apakah saya peduli? Apakah saya kemudian mengurungkan niat dan menyesal telah pergi ke TN Komodo?
Tidak ada penyesalan terbersit sedikit pun di benak saya. Rasa syukur teramat dalam yang berulang saya ucap dalam hati menyusuri setiap detik yang terjadi. Sungguh Tuhan Maha Pencipta, telah demikian kuasa mengukir alam dengan sempurna dan mencipta para makhluk yang begitu menakjubkan.
Satu hal ironis yang kerap meninggalkan rasa tak nyaman di hati saya adalah, melihat para jagawana, yang hidup sederhana penuh dedikasi. Bayangkan berapa biaya yang kita keluarkan untuk dapat berkunjung kesana, dan kemudian melihat besaran biaya tiket masuk ke taman nasional ataupun tempat wisata lainnya. Entah bagaimana biaya tersebut bisa mencukupi kebutuhan dan kehidupan sebuah taman nasional. This is truly beyond me... Wajah tersenyum mereka menyambut kami para pendatang, menyusuri rute yang demikian akrab dengan langkah tegap dan mata awas mereka, mengulang cerita yang sama, berbagi tawa dan senda gurau. Sebuah pelajaran berharga untuk kembali mengingatkan diri agar selalu mensyukuri setiap nikmat kehidupan.
Apapun nanti hasil dari New 7 Wonders, saya hanya berharap akan semakin banyak mereka yang datang untuk menghargai dan menjaga sebuah maha karya Sang Pencipta dan menghargai bakti anak negeri yang menjaga ciptaan-Nya dengan penuh cinta dan kesederhanaan.
No comments:
Post a Comment