Tuesday, August 31, 2010

Intimations of Immortality

What though the radiance which was once so bright
Be now for ever taken from my sight,
Though nothing can bring back the hour
Of splendour in the grass, of glory in the
flower;

We will grieve not, rather find
Strength in what remains behind;
In the primal sympathy
Which having been must ever be;
In the soothing thoughts that spring
Out of human suffering;
In the faith that looks through death,
In years that bring the philosophic
mind


-William Wordsworth-

Monday, August 16, 2010

komitmen dan kebahagiaan

Beberapa hari belakangan, kata pernikahan dan kebahagian bagai susul menyusul berlomba memenuhi benak saya. Memang sih, segala hal itu baik maupun tidak, kembali kepada bagaimana cara kita melihatnya. Saya ga bilang bahwa penikahan memiliki satu garis lurus sejajar dengan kebahagiaan, maupun sebaliknya. Tapi saya jadi ingat kalimat yang diucapkan teman saya, seorang single parent dengan anak yang akan segera berangkat kuliah di sebuah kota di daerah Jawa. Teman saya bilang; "sekarang giliranku, akhirnya sudah bisa mulai memikirkan hidupku sendiri".

Waktu itu saya cuma diam, belum berhasil meresapi kedalaman makna ucapannya. Teman saya ini model orangtua yang sangat peduli pada anaknya dan hubungan keduanya bisa saya bilang sangat akrab dan dewasa. Mereka bisa berbincang, berdiskusi dan bahkan berargumentasi. Jadi kalimat itu tentunya tidak bermaksud untuk menyesali ataupun mengeluh akan kehidupannya selama ini.

Kemudian saya berbincang dengan beberapa teman, memperhatikan kehidupan rumah tangga mereka, saya mulai menyelami maksud yang tersirat dalam kalimat yang disampaikan teman saya. Dan saya mulai memahami hubungan antara kalimat teman saya dengan kebutuhan akan 'me-time'.

Awal pernikahan, masing-masing akan disibukkan dengan kejutan-kejutan kecil, adaptasi dan kompromi antara satu sama lain. Kemudian dengan hadirnya malaikat kecil, muncul prioritas dan adaptasi yang lebih besar. Waktu, pikiran, tenaga, materi dan lain-lain, dan sebagainya. Mulai hadir suara-suara kecil bertanduk yang menuntut, harapan yang tak terucap dan kekecewaan yang terpendam.

Waktupun seolah bergerak menjauh, menipiskan garis batas, memudarkan bias warna.

Adegan-adegan dalam film Sex and The City 2 pun kembali menggelitik pikiran saya. Betapa Carrie berjuang atas nama ketakutan mati bosan dalam pernikahan tanpa anak. Betapa Charlotte berjuang menjalani kehidupan sebagai ibu dari dua anak perempuan. Betapa tampilan penuh fashion (ajaib) itu begitu sarat kisah.

Pada akhir hari, (mungkin) cinta saja tidak cukup. Diperlukan kelapangan hati dan jiwa dalam penerimaan setiap hal dan peristiwa. Diperlukan komitmen yang kuat tanpa penjara laku dan pikir. Dan tentunya diperlukan kemampuan dan kemauan untuk mengerti dan menerima apa adanya. Rasanya, di atas segalanya, diperlukan kemampuan untuk memaafkan.

Tentu saya tidak lebih tahu dari mereka yang telah menjalani. Ini hanya segelintir pikir dari hasil pengamatan.

Bahwa kebahagiaan, ternyata juga sebuah proses pertanyaan yang takan pernah usai.
Seperti ayam dan telur, mana yang lebih dulu hadir...
Demikian juga kebahagiaan.
Mana yang lebih tepat, kebahagiaan hadir atas kemampuan kita membuat orang lain bahagia, ataukah kebahagiaan kita akan membuat mereka disekeliling berbahagia?...

Kata Berhuruf Besar R


If we know each other's secrets, what comforts we
should find. - John Churton Collins


Sungguh, apakah kamu telah sejujurnya membuka semua rahasia yang tersembunyi dikedalaman hati dan pikiranmu, pada mereka terkasih? Atau andai tanya itu terlalu berlebihan adanya, apakah kamu telah melakukannya pada dirimu sendiri? Menerangi sudut-sudut tergelap tersembunyi untuk menguak segala rahasia dan menjawab segala misteri yang hadir pada kini?

Tak terhitungnya waktu dalam kebersamaan takkan menyuguhkan sebuah kepastian akan hadirnya kejujuran. Seringkali bahkan begitu sulit untuk melihat ke dalam diri dan menelanjangi hati memaparkan segala sebab akibat, segala ketakutan dan segala harap. Seringkali bahkan terlalu sulit untuk mampu berdiri tegak sebagai aku dan mengusung segala pikir, prinsip dan keyakinan.

Pendapat dunia akan ke-aku-an begitu menakutkan, membuat kita seringkali terkungkung dalam segala aturan, teori, keharusan, kebiasaan untuk kemudian terpenjara dan mati.

Mati hati
Mati rasa
Mati idealis

Apakah gila? Apakah abnormalitas? Apakah benar dan apakah salah?
Begitu sulit untuk merumuskan sebuah konstitusi, untuk menghukum yang salah atas sebuah perbuatan yang dilakukan dengan alasan yang dapat dipahami dan kemudian dibenarkan. Begitu sulit untuk menerima perbedaan dengan lapang hati. Dan begitu sulit untuk tidak menghakimi.

Bahwa dunia, tidak belaka benar dan salah
Bahwa manusia, tidak berbatas normal dan abnormal
Bahwa kebenaran, seringkali tak berbatas hadirnya

Dan ketika pada suatu hari benderang kejujuran dipaparkan dengan begitu lugas dan getir, apakah badai kan hadir dalam hatimu, mengoyak membakar segala emosi? Atau akan terbentangkah lengan hangatmu, menariknya dalam peluk penuh kasih atas nama sebuah pengertian?

Sebelum bibir mampu mengucap sebuah kejujuran, telah hadir jutaan peperangan yang telah lelah dan terluka dalam diri. Tonggak keberanian berpeluh darah dan berurai airmata berjuang untuk mampu berdiri tegak, mengharap sebuah kelegaan dan keringanan hati. Sungguh keberanian itu mahal harganya.

Ketidakmengertian seringkali membutakan, menggoreskan luka dan menggulirkan amarah. Segala ada terlahir dari sebuah peristiwa, bukan tanpa alasan. Buka hati, luaskan indera, jernihkan pikir. Karena seringkali lebih mudah menilai dan menghakimi. Pejam mata dan luaskan imaji, mampukah diri berada dalam kondisi mereka yang terhakimi dan keluar sebagai pemenang dengan hasil yang lebih baik?

... maaf kalau telah membuatmu merasa harus menyimpannya sendiri...

Friday, August 13, 2010

look around, i'll be there...

Belakangan saya merindu seorang teman baik. Entah kenapa, rasanya semakin jauh jarak yang hadir antara saya dan dia. Kalau boleh dibilang, rasanya segala daya sudah saya lakukan untuk menepis segala yang memungkinkan melebarnya bentangan jarak antara kami. Bukan ga percaya sama dia, saya tau kalau dia kuat menjalani apapun yang terjadi dalam hidupnya. Saya juga ngerti betapa ga mudah ada dalam posisi dia.

Yang terlihat selalu hanya tampak luar tentunya, dan buat saya, tampak luar yang terpancar darinya begitu menyesakkan hati. Mungkin rasa yang saya punya untuknya tampak seperti orang kasmaran yang sedang berjuang mempertahankan hati. Dan ya, saya sungguh berjuang menggapainya dalam kungkungan benteng kokoh yang menjaga diamnya.

Begitu dingin dan rapat dia menutup hatinya, menyisakan hanya bagian kecil dari sebuah kisah yang tak pernah ingin disampaikan. Mungkin penolakan yang hadir demikian kuat disana, berharap dengan mengacuhkan segalanya akan pudar.

Saat ini, sungguh saya mati langkah.

Menyediakan diri setiap saat dan berusaha untuk selalu berada dalam jangkauan hatinya sungguh tidak mudah dan rasanya, saya gagal. Dia tetap berdiri membelakangi saya dengan sejuta rahasia yang tak pernah akan saya ketahui.

Kemudian saya mundur, memberinya ruang untuk bergerak, mencari pegangan hidup atau apapun yang akan bisa mengembalikan binar matanya yang dulu tampak begitu indah buat saya.

Dan saya, betul-betul merasa kehilangan...

Betapa garis samar yang kamu bentangkan itu demikian nyata adanya, mengoyak rasa yang telah hadir begitu dalam.

Kamu ga perlu selalu kuat
Kamu ga perlu mengubur segala rasa begitu dalam tak terjamah
Dan apapun yang kamu pikir harus kamu lakukan saat ini, lakukanlah...
Pada saatnya nanti, ketika kamu sudah siap untuk kembali, saya akan ada disana
Menyambutmu dengan senyum, sekantong obat untuk maag-mu dan segelas kopi hitam kesukaanmu
Tanpa tanya
Tanpa pedih hati

Tolong jangan membisu terlalu lama,
Karena waktu takkan bermurah hati menjadikan segalanya abadi...

Friday, August 6, 2010

ngelantur

Pembahasan di meja makan siang ini seputar tamu dan karyawan expatriat yang belakangan rajin mampir ke kantor. Ada beberapa yang lumayan jadi bahan mondarmandir para perempuan di kantor. Sebetulnya ga banyak saingan saya di sini, karena dari 7 karyawan perempuan, yang single cuma tinggal saya dan satu karyawan baru yang fresh graduate. Dan tentunya hal itu berbanding sejajar dengan semangat rekan kerja yang ribut jodohin dan gangguin saya dengan para expat.

Jarang banget loh saya tertarik sama expat. Kalopun ada yang bikin saya nengok juga ya cuma sekedar nengok. Tapi yang satu ini bener-bener bikin saya sulit konsentrasi *halah*. Lumayan berat perjuangan saya untuk tetap fokus setiap kali dia ngajak ngomong, ga lucu kan kalo saya pasang muka terpana, bengong, terkesima dan ga ngerti dia nanya apa. Bolakbalik nanya, hah? sorry? excuse me?... Duh jangan sampe deh. Jadi saya serius konsentrasi supaya bisa ngikutin omongan dia.

Para bapak-bapak dikantor pun ga kalah jailnya. Mereka dengan semangat ikutan kasih info, yang ini single, yang itu sudah nikah blablabla, sampe ada yang iseng nitipin salam. Untung saya anakmanis berhati besar yang cuek aja, coba kalo saya anakmanis pemalu, bisa jadi kepiting rebus tiap saat kali ya?...

Sampai saat ini, saya masih belum tertarik untuk punya hubungan serius dengan orang asing. Selain kendala beda keyakinan, rasanya kendala budaya dan komunikasi merupakan faktor yang makin memperkuat alasan saya untuk stay with local guys. Bayangkan, beda suku saja sudah berarti beda kebiasaan, beda lingkungan berarti beda cara pandang. Dan satu bahasa pun seringkali terjadi salah pengertian... Hayah sudahlah, saya belum kepengin ribet urusan yang begitu.

Well anyway, mungkin kalo orangnya si ganteng Harrison yang kemarin mampir ke kantor, saya masih mau mempertimbangkan deh, sungguh...

...don't take it seriously, namanya juga ngelantur hahaha...



Tuesday, August 3, 2010

mulut dan telinga

: kamu, mereka

kenapa setiap orang merasa dirinya lebih penting dari yang lain?
kenapa selalu merasa masalahnya yang paling berat dibanding yang lain?

Tuhan menciptakan mulut
untuk bercerita
tetapi Tuhan juga menciptakan telinga
untuk mendengar

semoga kamu ga lupa
kalau selain punya kuping kiri-kanan
aku juga punya mulut
yang kadang ingin berbagi hati...

melowjelowyelow

entah mana yang lebih menyisakan luka
dalam dan menganga
perban pun takan mampu menutup
kesedihan yang tersembunyi

walau binar mata ceria
sejuta senyum hiasi hari
luka itu ada
tersembunyi rapi di sudut hati

aku merindumu,
jauh ke dalam hati tergelap
betapa segala harap kembali tersisa di ujung lidah
tertahan di balik doa

semakin dalam ku gali lubang itu
membenamkan segalamu disana
menimbunnya dengan segenap daya
walau hati takan pernah mampu berbohong

aku merindumu
bersama berjuta malam yang hadir dalam ketiadaanmu
aku merindumu
tenggelam bersama airmata yang hadir tak terbendung
aku merindumu
dalam setiap tarikan nafas

luka itu berdarah
saat dia hadir di sudut adamu
dan ku tergugu di sudut hari
menyadari luka itu telah demikian terukir

aku merindu
biar rindu itu ada selamanya
bebaskan hati dari belenggu lalu

aku mencintamu
segenap jiwa
sampai matahari terakhir mempertemukan kita
di sebuah negeri di atas awan

Sunday, August 1, 2010

membatu

harapku melambung tinggi
rindupun bergaung
mungkin bukan cinta, Tuhan
tapi sungguh merindu mengilu biru

demikian kokoh luka itu membentengi hatimu
membakar sejuta rasa
melahirkan logika
tolong dengar, kali ini saja

mungkin kamu merindu
mungkin teringat
mungkin menafikan
...semoga belum membatu



:you

:you

maybe i didn't listen well
maybe i didn't even take it seriously
but seeing you did what you said you would
left me stood there speechless

i am bleeding
to my white pale bones

i am drowning
to the last breath i could catch

it's no longer a matter of why darling
as i just found out who you really are
and how much it hurts when u thought too high of a person
while all he do is failing you every step of the way

rest asure that it's not my heart that you left broken
it is my pride and soul that you thrown away carelessly

for everything there's a reason
for everything there's a cost

you have nothing to worry now dear
as i am doing what you wish and try so hard to do

for some things..
there's no turning back