Thursday, March 31, 2011

Tersesat

Belakangan bacaan dan tontonan saya terasa semakin mengalihkan pikiran kepada kenekatan yang terasa kian kuat menggerogoti hati. Tiba-tiba dalam perjalanan pagi tadi, terlintas sebuah kalimat yang membuat saya mengangkat mata dari lembaran buku.

(perhaps) I don't belong in big cities...

Ya, semakin hari panggilan itu semakin kuat. Dan semakin kecil keinginan saya untuk melawan dan mengabaikannya.

Bentangan periode kehidupan saya di ujung timur Indonesia menjadi pembanding yang mengukuhkan pemikiran bahwa kehidupan di kota kecil atau bahkan terpencil akan menjadikan saya dan kehidupan lebih berarti. Bukan, ini bukan masalah pekerjaan. Tetapi lebih pada keberadaan kita sebagai manusia yang utuh, yang memiliki keseimbangan hidup.

Saya mempercayai bahwa keseimbangan hidup lahir dan batin, jiwa dan raga tidak tergantung dari kesuksesan finansial, walau tidak dapat disangkal pengaruhnya dalam kehidupan.

Keseimbangan hidup berarti memiliki waktu bekerja dan waktu pribadi yang seimbang. Bahwa hidup tidak melulu duniawi, bahwa diri tidak melulu satu individu, dan bahwa kemanusiaan dan ketuhanan hadir untuk saling menyempurnakan.

Semoga, akan tiba waktunya dimana hati saya menemukan tempatnya berlabuh. Bukan pada kehadiran manusia lain, tetapi kepada sebuah ruang dan waktu. Tempat yang pada banyak konsep dinamakan rumah. Dimana keseimbangan hidup yang saya cari akan kemudian memulai prosesnya dan menjadikan saya ada, seimbang dan sempurna dalam kapasitas saya sebagai manusia berkehidupan dan berketuhanan.

Hati akan terus dan tiada henti mencari, tiada akan puas belajar. Dan kejujuran hati akan membawa langkah pada satu hari penuh damai.
Dalam langkah, hati, hidup, dan dalam diri.

Wednesday, March 30, 2011

a perfect night



telah hadir hari
ketika bulan mencumbu harum laut dengan (nyaris) sempurna
ketika lautan menggapai hadirnya dengan gempita

ketika bumi dan seisinya berbisik dalam diam
menahan nafas bersama setiap gerakan
menghitung waktu

ketika segalanya hadir sempurna

-maaf ya, ga tau ini hasil fotonya siapa, karena beredarnya di broadcast message-

Tuesday, March 29, 2011

Mereka Ada dan Aku Ada

Setiap minggu, selalu diadakan safety meeting di kantor, yang isinya membahas kejadian aman dan tidak aman yang terjadi baik di lingkungan kantor maupun rumah, dilengkapi dengan informasi tindak pencegahan sekaligus ucapan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan kontribusi atau memastikan terciptanya kondisi aman. Dan hampir selalu setiap minggu, ada hal kecil yang mengganggu batin saya.

Ucapan terima kasih yang ditujukan kepada rekan kerja umumnya menyertakan nama dari setiap individu, tetapi entah kenapa, hal itu tidak terjadi ketika para supir dan office boy/girl yang menjadi pihak berjasa. Selalu hanya dengan; "I thanked the driver to remind me blablabla..." atau "I thanked the office boy/girl for blablabla...".

Apa yang salah ya? Apakah karena mereka tidak duduk dimeja berperangkat canggih seperti orang kantoran pada umumnya, sehingga nama mereka tidak perlu diingat?

Saya teringat beberapa cerita dimana seorang atasan selalu menyapa anak buahnya, tidak terkecuali, dengan nama mereka masing-masing. Atasan ini mengingat nama dari banyak sekali karyawan kantor, bahkan mereka yang tidak bekerja langsung dan menjadi bawahannya. Betapa nama sang atasan begitu harum dan dicintai oleh komunitas di perusahaan.

Sesederhana itu sebetulnya pengakuan akan keberadaan seorang individu dalam kehidupan satu sama lain. Bahwa kita, menghargai dan mengingat keberadaannya. Kesederhanaan yang hangat, yang mulai tampak tidak lagi penting. Tidak perlu dengan penghargaan luar biasa berbentuk materi, tetapi cukup luar biasa dengan mengingat namanya.

Lucu rasanya, hampir 1/3 waktu kita dihabiskan bersama di ruangan kantor, dan tidak mengenal nama seseorang yang membantu dan berada di sekitar kita.

Saya teringat cerita rekan kerja bahwa di sekolahnya dulu, SMA Taruna Magelang, seorang gurunya pernah memberikan soal yang sungguh diluar dugaan. Salah satu soal adalah, murid diminta menyebutkan nama-nama penjaga sekolah, dan beberapa detail bangunan atau benda yang ada di sekitar sekolah. Konyol mungkin bagi beberapa orang, tapi menurut saya, guru tersebut sungguh luar biasa. Mengajarkan untuk peduli pada lingkungan sekitar.

Kita tidak menjadi besar tanpa bantuan dari pihak yang ada dalam kehidupan kita. Kita tidak duduk nyaman di kursi kantor kalau tidak ada yang membersihkan meja dan ruangan, tidak merasa aman kalau tidak ada para satpam yang berusaha memastikan segalanya terkendali, tidak bisa duduk manis menuju tempat rapat tanpa adanya supir yang memastikan kita dalam kondisi aman dan nyaman, dan begitu banyak pihak yang seringkali keberadaannya terabaikan.

Tentunya kamu, seperti juga kita pada umumnya, menghargai mereka yang mengingat wajah dan nama kita dengan baik. Mungkin tidak luar biasa untuk kita, tapi berharga bagi orang lain.

Berterimakasihlah dengan saling menghargai.

contekan

One only need two tools in life;
WD40 to make things go
and duck tape to make them stop

- Frank McKinney -

Tuesday, March 15, 2011

Ayo cepat sembuh!

Belakangan nyawa saya terasa berpencar menjauh dari tubuh, kosong datar tanpa rasa. Atau malah terlalu banyak rasa sampai tidak lagi mengenali apa saja yang singgah dan menetap (semoga) sementara di benak dan pikir. Betapa saya membutuhkan lebih dari sekedar menepi di dalam kamar, saya butuh jeda, butuh diam.

Saya merasa sangat lelah, jengah dengan segala basa basi dan percakapan apapun. Tanpa tahu persis alasannya. Bahkan beberapa teman dekat pun tiba-tiba terasa seperti orang asing.

Lagi-lagi, saya menepikan dunia. Entah untuk keberapa kalinya.

Monday, March 14, 2011

negeri di atas awan

Mesin waktu, berputar tiba-tiba. Yang hilang tak kan kembali. (Mungkin) menunggu, di sebuah negeri di atas awan. Semoga nyenyak di sana.

Masa lalu tidak hilang, seringkali sembunyi, di sebuah sisi terdalam tergelap ingatan. Pada akhir hari, berlari dan sembunyi tiada guna. Berdamai. Menerima.

Pada kamu di sebuah negeri di atas awan. Sebuah tempat tak berbatas jarak dan waktu. Hadirkan kerlip bintang, andai terdengar rasa berderap di bumi.

Menepikan jiwa, telusur negeri di atas awan, malam ini saja. Bersama persembahan tiada habis. Sampai jumpa pada pejam mata.

...140karakter bersama bayang dan titikhujan, hari minggu, tigabelasmaretduaribusebelas...

Thursday, March 3, 2011

kunang-kunang

Tiba-tiba aku merindu kunang-kunang. Sungguh bersit pikiran yang tak lazim. Merindu kunang-kunang di terik siang.

Kadang ingatan begitu pemilih, menyisakan segala hal yang tidak kita duga terjadi dan tersimpannya. Dalam ku susuri lekuk misteri ingatan, berwarna dan kelabu, mencari pendar kuning kunang-kunang. Kemudian langkahku terhentak, diam henti.

Benarkah kunang-kunang berpendar kuning? Atau sekedar ilusi?
Jika benar pun berpendar kuning di malam hari, lalu sekarang, bagaimana harus ku cari.

Dalam lekukan sempit lorong ingatan, ku pandangi layar film berdurasi pendek. Sebuah taman luas di depan rumah, bersama kegelapan malam yang turun perlahan. Kemudian pendar cahaya kecil muncul, membungkam pekik tawa kanak-kanak bermain. Dan berpasang bola mata bening pun menatap bulat tak kedip. Takjub. Seolah bumi pun menahan nafas bersama setiap gerakan pendar kuning, naik turun.

Kilasan gambar lalu pun perlahan hilang pudar. Hingga hanya gelap terhampar.

Kemana mencari kini, kunang-kunang penjaga malam...

Senyum bodohku pun tersungging samar, atas sebuah suara mengucap kebun binatang.
Kebun binatang dan kunang-kunang...
Seperti sebuah rumus, ketika 1+1#2

pagi

Separuh langit gelap mendung
Separuh biru cantik berawan
Demikian pun hidup
Seimbang
Pada waktu terbaiknya

Wednesday, March 2, 2011

diam membumi

Genggam kuatku pada pasir melembut
Perlahan membuka
Biarkan angin laut meniup setiap butirnya
Menjauh...
Melaut...
Melangit...
Membumi

Diam