Ruangan di sudut sudah mulai ramai, majalah terserak di meja tengah yang tampak berat berkayu jati. Beberapa orang mulai menampakkan wajah bosan, belum tiba gilirannya yang entah masih berapa lama lagi.
Tiga artikel dalam majalah telah selesai ku baca, tanpa tertinggal sedikitpun dalam benak. Berulang kulirik swatch dipergelangan kiri, menunggu selalu membuat jarum jam seolah beku tak bergerak.
Kualihkan pandang pada seorang ibu, hampir seusia ibuku, berkacamata sambil jemarinya bergerak tak henti menandakan dzikir tak putus dilafazkan, tampak damai dalam diam. Kemudian seorang perempuan kecil terduduk lesu dalam pelukan nanny, sementara sang ibu sibuk mengetikkan jemari pada tombol kecil penghubung dunia maya. Tenggelam. Perempuan lain hampir seusiaku, sibuk dengan laptop terbuka di pangkuan, mungkin mengejar tenggat waktu.
Lalu ku biarkan lamunan mengambil alih sadarku, menatap kosong ke satu titik, dalam hilang yang panjang. Hampir saja ku angkat badan dari kursi dan menyerah pada antrian panjang, yang lalu tertahan setelah mataku menangkap sesosok wajah berhias mata sembab dan jiwa terguncang keluar dari ruangan.
Batinku berkecamuk hebat.
Hanya untuk menahan langkahku dari pergi, menanti nasib tertuliskan pada secarik kertas, dalam sebuah ruang berbatas pintu. Menghitung waktu dalam dingin ruang tunggu, kuserahkan diri pada hening yang perlahan merengkuhku damai.
No comments:
Post a Comment