Merebaknya media sosial seolah merobohkan sebuah benteng privasi. Jutaan pengguna seolah membuka pintu rumahnya lebar dan mempersilahkan setiap pengunjung untuk hadir dan menikmati segala yang tertata rapi. Pengunjung berundangan maupun mereka yang datang tanpa nama.
Setiap kali sebuah tulisan, sekumpulan foto maupun sebaris status akan saya tampilkan, sungguh melalui sebuah proses yang tidak mudah. Saya tidak ingin dunia mengetahui apa yang saya rasa, terutama tidak ingin dunia tahu sebuah sisi negatif yang saya miliki. Saya tidak ingin dikenal sebagai seorang yang pemarah, sering mengeluh dan bahkan tukang pamer.
Kehidupan pribadi saya hanya untuk mereka yang mengenal saya secara mental dan fisik, dalam kehidupan nyata. Memahami setiap kalimat yang saya sampaikan tanpa melalui proses rasa maupun pikir. Mengerti setiap senyum dan airmata yang hadir mewarnai hidup saya.
Untuk mereka yang tidak mengerti saya, mungkin status yang seringkali saya hadirkan hanya berupa kalimat bodoh yang tidak penting. So be it. Saya toh tidak sedang membuat presentasi, tidak sedang mengetengahkan hidup saya ke hadapan khalayak ramai.
Atas dasar toleransi dan pertemanan, saya masih mempertahankan beberapa mereka yang lebih sering mengganggu dengan menghadirkan status negatif (keluhan, kemarahan, sumpah serapah) dan status yang terlalu ini itu.
Bangga dan pamer sungguh sangat tipis batasnya. Satu pernyataan akan membuat orang tergerak dan (mungkin) takjub, tapi berulang dan berulang, tentu akan membuat orang jengah.
Media sosial terlalu luas untuk saya menjadikannya pribadi. Penilaian sederhana untuk sebuah kehidupan.
Berpikiran terbukalah, berjiwa besarlah.
Karena dunia, sungguh tak berbatas dalam maya dan nyata.
No comments:
Post a Comment