Seringkali kita menulikan diri dan membutakan mata, semata-mata hanya karena tidak ingin menerima kenyataan yang meresahkan terhampar menampar dan mengalirkan darah. Berulangkali meyakinkan diri bahwa segalanya tidak benar-benar terjadi.
Yang terjadi kemudian, bisa jadi kita tertinggal jauh dan tidak lagi memiliki kesempatan untuk membalikkan arah. Yang kemudian tersisa pun hanya sesal, yang entah sampai sejuta tahun lamanya pun tak akan pernah ada gunanya.
Atau kemudian kita tetap meyakini bahwa segalanya hanya berita simpang siur yang tak layak didengar terlebih lagi dipercaya. Dan hati kecil pun akan semakin tersudut, terkucil, diam tenggelam disudut benak.
Ah, entah rahasia apa yang tersembunyi dibalik sebuah kenyataan dan secercah khayal yang mengatasnamakan harap?
Ketika hati dan pikir tak mampu berlapang dada menerima nyata,
Ketika amarah dan kecewa memeluk hati demikian pekat kelam,
Ketika ketakutan membungkus segala rasa dalam bara dan sumpah serapah,
Ketika kemudian waktu perlahan meninggalkan kita dalam masa lalu...
Lalu kemana akan mencari segala yang hilang dan melayang?
Uluran tangan takkan mampu lagi menggapai,
Kepalan jemari takkan mampu lagi mengetuk pintu-pintu yang terabaikan,
Buliran keringat, darah dan airmata hanya sisakan aliran jejak,
Pada langkah diam terpaku disudut persimpangan...
Nyata tak selalu indah,
Pun khayal tak selalu indah
Mereka bilang, walau sesakit apapun, kenyataan selalu lebih baik adanya
Perlukah lagi segala sesal, amarah dan kecewa?
Pada sebingkai nafas kehidupan yang bergerak maju dan tak kenal jeda
Berdamailah dengan diri
Karena maaf, adalah hadiah terindah bagi hati dan hidup
No comments:
Post a Comment