Wednesday, October 13, 2010

Manusia pun kemudian berubah...

Menakjubkan apa yang mampu dilakukan oleh uang untuk mengubah seseorang.

Seringkali saya tidak habis pikir, kenapa seseorang bisa berubah hanya karena materi. Dan lebih tidak habis pikir lagi, ketika seorang teman baik atau bahkan kerabat dekat, berubah sikap hanya karena materi. Sungguh tidak masuk akal untuk pemikiran saya yang hampir selalu teramat sangat sederhana.

Lucu.
Sepertinya kata itu lebih tepat menggambarkan pendapat saya tentang perubahan sikap yang terjadi.

Lucu karena perkenalan itu dimulai saat masih sama-sama berseragam sekolah. Duduk di bangku dan kelas yang sama, pergi ke sekolah yang sama. Tidak ada perbedaan akan kelas atau tingkat sosial. Kami bermain, bercengkrama dan berteman. Kalau ada yang berbeda, tentu lebih pada proses klik dan tidak klik.

Luar biasa lucu karena darah yang sama mengalir di tubuh kami, berlabel saudara sepupu. Kami tidur dan bermain bersama, beramai-ramai mengenakan baju yang sama saat lebaran maupun perayaan besar lainnya.

Ketika kemudian proses pendewasaan pun hadir, menjadikan label itu bertambah panjang dengan hadirnya nama perusahaan maupun institusi dimana teman atau saudara mengabdikan diri, pengkotak-kotakan itu terasa begitu kental. Seolah masa lalu penuh kesederhanaan dan keakraban itu tidak pernah ada.

Entah apa alasan seseorang untuk menguburkan kehidupan masa lalu, menyembunyikan fakta kehidupan masa kecil. Bukankah dari sanalah kemudian kita ada?
Karena apapun yang telah dan pernah terjadi di masa lalu, itulah yang membentuk dan kemudian mengukir keberadaan kita pada kini.

Kesombongan pun menjadi demikian menakjubkan.
Terlebih ketika kesombongan dihadirkan oleh mereka yang pernah begitu dekat dengan hidup kita. Mereka yang telah berbagi suka duka, senang susah.

Atau mungkin dahulu adalah kita, yang telah demikian sombong menghadapi mereka?

Sedemikian luar biasanya kah sesuatu yang kita miliki, untuk kemudian membenarkan kesombongan untuk hadir dan bertahta di hadapan mereka? Tidak sadarkah bahwa bahkan tubuh ini adalah pemberian dari Sang Pemilik Hidup, untuk dipergunakan dengan baik lahir dan batinnya?

Sore itu, airmata yang bergulir di pipi seorang sahabat demikian menyayat hati. Hadir dari sebuah kisah akan hilangnya seorang sahabat baik atas nama sebuah beasiswa belajar ke luar negeri yang diberikan oleh sebuah institusi pemerintah. Kemana hilangnya tahun-tahun penuh kebersamaan, teman? Kemana hilangnya persahabatan?

Kembali saya teringat sebuah hari dimana seorang sepupu baik, yang konon telah menjadi demikian hebat dalam kehidupannya kini, berbicara dan memanggil ibu saya dengan sebutan setara kamu, anda, situ, sampeyan dan sekelasnya disebuah acara keluarga besar kami. Tanpa mampu dipungkiri telah menorehkan kemarahan dan lubang besar dalam hati saya.

Betapa harta, telah mampu demikian hebat mengubah seseorang.

Rasanya masih lebih bisa diterima apabila seseorang yang baru kita kenal menunjukkan kesombongan, karena memang tidak pernah ada cerita kebersamaan masa lalu. Tetapi sulit sekali untuk saya mengerti kenapa harus hadir kesombongan ketika suatu episode kebersamaan pernah terjadi di suatu masa dalam kehidupan mereka.

Semoga bukan omong kosong ketika saya mengatakan bahwa saya tidak pernah paham kenapa manusia harus sombong.

Apakah kamu, tanpa jabatan dan harta, masih mampu berdiri di hadapan dunia?
Apakah kamu, tanpa pakaian dan kemasan yang menempel pada diri, masih mampu mendongakkan dagu di hadapan saudaramu?

Dan bahwa rejeki, adalah juga cobaan.
Dan bahwa masih akan selalu ada Tuhan yang Maha Mengetahui segala yang tersurat dan tersirat, bahkan yang tersembunyi.

Dan bahwa di atas langit, akan masih selalu ada langit.

No comments: