Hari mulai senja saat ku ketik barisan huruf untukmu. Seharusnya kamu tahu dimana aku saat ini. Kan kamu sendiri yang bilang kalau kamu terlalu sayang dan peduli padaku, sampai-sampai kamu bisa merasakan segala emosi yang ku alami dan bisa tahu keberadaanku. But anyway, supaya kamu tidak bingung, aku kasih contekan deh.
Saat ini aku ada di pinggir pantai, dekat mercusuar. Duduk di sudut ruangan dekat jendela besar yang tak pernah menutup walau malam hadir.
Ya ya ya… Kalau kamu tiba-tiba datang dan ada disini, pasti kamu akan mengacak-acak rambutku dan bilang kalau kamu tahu kemana harus mencariku.
Tapi kamu tidak disini.
Duduk disini tanpa kamu hanya membuatku kembali ke masa lalu, rasanya seperti dua ratus juta tahun yang lalu. Lama, terlalu lama. Kadang aku berpikir, apakah mungkin kita adalah sepasang kekasih di kehidupan lalu? Mungkin kita hidup di masa tukang sihir sedang jaya dan kemudian kita terkena kutuk sehingga tidak akan pernah bisa bersama.
Pembenaran bahwa kutukan itu ada terasa jauh lebih menyenangkan dibanding harus menerima kenyataan yang betapapun kamu berusaha menghadirkan segalanya dengan manis, tetap terasa seperti digigit tokek. Sakit, dan berdoa setengah mati supaya petir menggelegar, mengejutkan si tokek sehingga melepaskan gigitannya padaku.
Kita pernah bahas kan bagaimana pertama kali kita ketemu? Sebenarnya itu bukan pertama kali buatku, sudah berulang kali sebelumnya aku lihat kamu. Ku pikir dulu kamu sombong, karena jarang sekali kamu bersuara. Sepertinya dunia tidak menarik di hadapanmu, perempuan cantik disekitarmu pun hanya kebagian senyum separuh hati. Rasanya kepingin lempar piring siomay ke kepalamu, hanya supaya kamu bersuara.
Diamnya kamu itu ternyata membuat kamu menjadi fokus perhatianku. Telingaku seolah bertambah panjang 2cm setiap kali namamu di sebut. Dan jantungku berdetak lebih cepat, macam anak putih-abu yang sedang kasmaran.
Sampai akhirnya kita terjebak harus mengerjakan sebuah proyek bersama, aku tidak habis pikir ide siapa yang menjerumuskan kita ke situ. Walau separuh hatiku seolah menjerit kegirangan, karena akhirnya aku punya alasan untuk kenalan dan berakrab-akrab sama kamu. Tentu saja kesempatan langka yang harus dimanfaatkan secara maksimal!
Butuh waktu untukku memahami jalan pikiran kamu dan ide-ide mengejutkan yang kamu sampaikan sambil lalu. Nyaris seluruh waktu terjagaku habis bersamamu. Dering telepon genggamku di pagi buta, hanya suaramu yang mendadak dapat ide dan harus segera menyampaikan padaku karena takut lupa.
Sampai akhirnya segala kegilaan proyek pun selesai, dan aku ternyata tidak perlu lagi lempar piring siomay ke kepala kamu, karena kamu dengan setia bersuara dan beredar di sekitarku sejak proyek itu dimulai. Ini versi pertama kali ketemu yang kita sepakati, kamu tidak tahu kan kalau aku sudah ngegubrak jumpalitan menata hati yang jatuh cinta sama kamu jauh sebelum itu…
Sama kamu, aku mengerti segala kegilaan manusia bercinta. Aku mengerti segala kalimat yang menyatakan kalau dunia seolah berhenti berputar, dan bahkan aku mengerti segala hal dalam ketidakmengertianku. Aku mengerti kamu seperti mengerti diriku sendiri. Aku mencintai kamu, jauh dari pemahamanku sendiri akan cinta.
Bersama kita mencumbu bumi, dari senja yang satu ke matahari terbit lain, dari ombak di pantai pasir putih sampai kabut di puncak gunung. Dari hiruk pikuk kota sampai ke sini, pantai pasir putih tempat mercusuar ini berdiri beratus-ratus tahun. Disini kita menemukan rumah kita.
Selalu ada alasan untuk kembali dan kembali. Lucunya, setiap kali tidak pernah ada pemandangan yang sama, padahal selalu hanya dengan kamu, di tempat yang itu-itu saja.
Berada dalam pelukanmu membuatku seolah melupakan hidup. Bahwa hidupku hanya ketika kamu ada. Hanya ketika telingaku menangkap detak halus jantung kamu, ketika hangat tubuhmu seolah perisai tembus pandang yang menjagaku.
Tanpa penjelasan panjang lebar, kamu mengerti dan memaafkanku. Seringkali aku tidak mengerti kenapa kamu bisa begitu menerima dan memahami kelakuanku yang hampir selalu tidak masuk akal. “Manja dan besar kepala”, begitu katamu waktu ku tanya apa yang membuatmu bertahan lama-lama bersamaku. Tentu saja bukan jawaban yang tepat, karena kemudian dalam banyak kesempatan sering ku gunakan untuk membela diri dengan seenak jidat. Reaksimu hanya tersenyum dan menatapku, mengacak rambutku, mencium kepalaku dan memelukku erat bersama bisikan cinta.
Katakan padaku, bagaimana mungkin aku mampu menghentikan semua kegilaan kalau hukuman yang kudapat begitu indah dan memabukkan?…
Katakan juga padaku, dimana kan mampu ku pinjam sepasang sayap untuk mampu menjemputmu kembali dari balik awan?...
Akhirnya setelah berulang purnama dan tahun berganti, aku kembali ke pulau kita, rumahku bersamamu. Walau baru beberapa jam disini, dan begitu banyak wajahmu hadir, harum tubuhmu menjajah inderaku. Mungkin kita bersebelahan, dalam ruang dan waktu yang berbeda; aku penuh batas, sedangkan kamu tak berbatas.
Kamu tahu betapa seringkali aku bersyukur atas daya ingat yang sangat terbatas dan tak sempurna yang ku miliki? Karena demikian sedikitnya pun ingatan yang hadir tentangmu, terentang dari sudut terang benderang kota sampai sudut tergelap, dari indah dasar laut sampai jauh ke gemerlap langit malam… Nyaris tidak pernah tanpa kamu. Kamu hadir sealami tarikan nafasku, satu satu jalani hidup.
Selamat menjaga langit cinta,
Aku
No comments:
Post a Comment