Bulir keringat bermunculan
Di dahi, punggung, dan nyaris sekujur tubuh
Mentari tak terlalu terik hari ini
Tidak juga ramah bersembunyi di balik awan
Tetapi rupanya angin sedang sedih
Berdiam di tempat
Meninggalkan dedaunan tanpa gemerisik
Kaku, bagai kokoh batang pohon mangga di sana
Konon angin merasa tiada guna
Hembusannya tak mampu gerakkan awan yang penuh berisi uap air
Untuk menghadiahi bumi sebentuk hujan
Gelitiknya tak menampakkan hasil
Awan kelabu hanya bergeser dipermainkan angin
Ke selatan, utara
Menuju daratan, mendekati laut
Bergeming tanpa hujan
Segala bujuk rayu tiada mengena
Angin pun berduka
'Awan yang baik,
Ada apa denganmu?
Kenapa tak jua kau lepaskan butiran itu?'
Demikian ratap angin
'Ah, kau takkan mengerti kawan
Seseorang di bumi tak menginginkan hujan
Katanya hanya membawa kenangan sedih'
Sahut awan menunduk pilu
Kemudian angin pun meluncur ke bumi
Bercakap dalam hembus bisikan
Dan kembali ke sisi awan
Persis sebelum mentari hilang di ufuk barat
'Hei awan,
Ia tidak lagi bersedih
Lepaskanlah butiran itu
Biar sempurna sore bersama rindunya
Yang tertutup rapat, tersembunyi di balik tabir
Karena sesungguhnya ia mencari, dan merindu'
Kemudian angin pun menggandeng awan
Tersenyum
Bersama mereka hadirkan hujan basahi bumi
Basuh rindu mereka perindu
Yang menatap buliran air di jendela kaca
Yang menadahkan tangan basuh butir air
Yang menghirup harum tanah basah
Yang menari bersama hujan
Dan yang sembunyikan tangis dalam tarian hujan...
No comments:
Post a Comment