Thursday, December 30, 2010

Perempuan dan Pernikahan

Menyusul tulisan sebelumnya, kali ini saya mau membahas soal paradigma perempuan dan pernikahan.

Diantara begitu banyak larangan atau biasa disebut 'pamali', ada beberapa hal yang seringkali mengganggu tatanan pola pikir perempuan. Seperti hadirnya tokoh boneka Barbie yang seolah mendoktrin perempuan di muka bumi untuk memiliki tubuh kecil mungil sempurna. Yang kemudian di'sempurnakan' dengan hadirnya tokoh bertubuh serupa dengan kulit berbeda warna dan rambut berbeda tekstur.

Belum lagi kisah putri yang dengan mudahnya bertemu seorang pangeran, jatuh cinta dan hidup bahagia selama-lamanya. Cerita selalu berakhir disana. Pernah ga sih kamu kepikiran kenapa cerita berakhir disana?

Hampir selalu yang dilakukan manusia, dianggap untuk menarik perhatian lawan jenis.
"Rambutnya dirapikan dong, berantakan gitu siapa yang mau?"
"Ayo bangun, perawan kok bangun siang, nanti jodohnya jauh..."
"Ihh kok makannya banyak, nanti kalau gendut ga cantik loh..."
Dan sejuta macam kalimat lainnya.

Kita belajar karena ingin pintar, kita bersolek karena ingin tampak cantik, kita melakukan ini dan itu untuk kesenangan dan kepuasan diri sendiri. Kalau kemudian orang lain turut bangga, atau kemudian tampak menarik bagi lawan jenis, keduanya adalah bonus dari kesuksesan kita melakukan semua dengan baik.

Ketika seorang teman melakukan perubahan atas diri dan kehidupannya, hampir dapat dipastikan semua orang akan berusaha mencari tau, siapa seseorang yang ada dalam pikirannya, sampai teman tersebut melakukan hal yang terlihat tidak biasa.

Apakah harus selalu kehidupan kita dikaitkan dengan urusan mencari jodoh?

Seorang teman saya berkomentar, "Semoga orang bisa pakai internet dan bisa berpikir out of the box. Jangan cuma bisa punya paspor tapi pola pikir masih dalam kurungan ayam".

Manusia sudah sampai bulan, galaxi lain sudah mulai diperbincangkan, sementara kita masih sibuk membahas keterkaitan segala yang dilakukan dengan jodoh dan pernikahan.

Saya yakin, masih jauh lebih banyak manusia yang percaya dan mencari jodohnya masing-masing, ketimbang mereka yang memilih untuk menjalani kehidupan sendiri. Tetapi kehidupan dan dunia ini sungguh sangat luas dan tidak berbatas pada hubungan laki-laki dan perempuan, percintaan dan perjodohan.

Cinta, adalah sebuah bahasa, sebuah alat dan sebuah segalanya yang bersifat universal. Kenapa kemudian manusia membuatnya menjadi sesuatu yang demikian rumit, dengan memberinya nama dan meletakkan dalam kotak yang berbeda-beda.

Entah siapa yang lebih beruntung, karena hidup berputar. Bagi mereka yang menjalani, mungkin terasa sebagai sebuah kekurangan. Tetapi bagi mereka yang melihat, bisa jadi terasa seperti sebuah keberuntungan. Demikian juga sebaliknya.

Rasanya cocok kalau saya mengutip pesan seorang bos saya, ketika saya berpamitan akan kembali ke Jakarta, suatu hari lalu; "Jangan merendahkan diri demi seorang laki-laki dan pernikahan, karena yang terbaik akan membawa segala hal terbaik dari diri kamu".

No comments: